Sabtu, 28 November 2015

CerPen



Gelang yang Berharga


Dengan lesu, aku berjalan melewati koridor-koridor kelas yang mulai sepi. “Huh..” gumamku, sesampainya di Perpustakaan aku langsung saja melakukan perintah yang Pak Suholangkaya suruh utnuk mengambil beberapa buku. Setelah semuanya selesai aku langsung saja kembali kekelas, tapi baru beberapa langkah dengan keras seseorang dari belakang menabrakku. Hingga semua buku yang kubawa jatuh berantakan. “ Maaf-maaf aku buru-buru soalnya “ ucapnya dengan nada bersalah. “ Kau anak baru “ tanyaku, “ Iya “ balasnya. Tiba-tiba Pak Suholangkaya datang, “ Lho kok malah duduk “ ucapnya, “ Maaf, Pak tadi ada sedikit kecelakaan “ balasku dengan merapikan buku-buku tadi. “ Loh,kamu anak baru itu kan? “ ucap Pak Suholangkaya sambil menunjuk seseorang tadi. “ Iya Pak “ balasnya sambil cengar-cengir :v. “ Ya udah mari ikut saya “ ucap lagi. Lalu mereka berdua pergi meninggalkanku, “ Apes, banget hari ini “ gumamku.
Ternyata, dia murid pindahan baru. Namanya “ Nisa “. Siang itu deringan Hp ku berbunyi, ku lihat ada sebuah pesan yang masuk “ Hai, Neli kutunggu ditaman seperti biasanya. From : Nisa “ tulisan pesan itu. Entah kenapa, padahal baru 2 Mingu kita berkenal. Kita seperti sudah akrab satu salam.
Sore itu aku, berniat untuk pergi kerumahnya. Tujuannya hny ingin melihatnya saja :v. Sesampai disana, dengan cepat aku mengetuk pintunya “ Nisa... “ teriakku. Sudah hampir 5 menit aku menunggunya, akhirnya ia membukanya “ Sorry ya :v lama tadi “ ucapnya cengar-cengir. Aku dan dia langsung masuk kekamarnya, ya ini adalah tempat favorit kita untuk mencurahkan semuanya. Intinya kita sering ngegosip bareng :v, biasalah anak muda. “ Tak ambil cemilan dulu ya :v “ ucapnya, aku hanya mengangguk diikuti dengan senyum dibibirku. Aku hanya berdiri mondar-mandir seperti mencari sesuatu. Membuka-buka laci, lemari, semuanya :v. Akhirnya aku menemukan sebuah surat kecil yang masih terlipat rapi dan terbungkus amplop yang indah, kubuka dan mulai kubaca isi surat itu. Hingga tak sadar butiran kecil keluar dari mtaku, dadku sesak, tubuhku seakan kaku semu. Kulangsung menundukkan kepala untuk menyembunyikan kesedihanku ini, Nisa masuk. Diruang itu hanya keheningan menyelimuti, hingga tiba-tiba kujatuhkan surat itu dan berjalan menuju tempat berdirinya Nisa. Kupeluk erat tubuhnya, hingga tiba-tiba kurasakan butiran kecil juga keluar dari matanya itu. Dikamar itu kita berdua menangis bersama.
Pagi menjelang, “ Ini hari yang paing menyibukkan “ gumamku. Lalu dengan sigap ku berberes-neres untuk pergi kesekolah. “ Neli, bangun!!! “ ucap teriakan khas dari ayah, “ Aku sudah bangun Yah “ balasku. Setelah semua selesai aku keluar untuk ssarapan pagi. “ Yah, hari ini aku sama Nisa mau ngerjain kelompok di rumah ya “ ucapku sambil makan, “ Oh ya bagus, soalnya nanti Ayah sama Bunda agak pulang terlambat “ balas Ayahku. Setelah selesai sarapan, aku langsung saja pamitan dengan kedua orang tuaku.
Baru beberapa meter kulangkahkan kakiku dari gerbang sekolah, seseorang memanggilku dari belakang dengan siap ku toleh asal suara tadi dan ternyata yang kudapati adalah Nisa. “ Hari ini jadi kan? “ ucapnya, “ Oke, nanti setelah pulang sekolah “ balasku. Ia hanya mengangguk diikuti dengan tawa khasnya. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi, aku dan Nisa langsung saja berlari menuju kelas. Setelah semuanya selesai, aku pulang bersamanya. “ Nel, apa mungkin kita akan selamanya seperti ini? “ ucanya membuka percakapan, “ Maksudmu apa? “ jawabku bingung. Ia hanya cengir lalu mengalihkan padangannya ketempat lain. “ Kenapa diam, jelaskan artinya apa?  “ tukasku lagi. Ia malah mempercepat gerak jalannya, aku menggeleng-gelengkan kepala lalu dengan cepat aku membututinya dari belakang. “ Huh, ok nanti akan aku jelaskan! “ balasnya. Setelah sampai dirumah, kita langsung saja kelompok. “ Krik.. “ ucapku, “ Ambilin minum haus nih “ tukasnya. Aku mengangguk, tak lama aku kembali dengan membawa air mineral “ Nih.. “ ucapku memberikan air tersebut. Aku langsung duduk didekatnya lalu mengerjakan tugas kelompok tadi, seketika semuanya sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“ Eh, maksud yang tadi apa’an? “ ucapku, ia hanya menolehku dengan muka serius. “ Nel, aku ingin kamu selalu menjadi temanku. Ada disaat aku butuh, menjadi moodbosterku “ ucapnya, “ Sa, tanpa kau minta aku akan melakukan semuanya, kenapa karena kita Sahabat “ jawabku. “ Berjanjilah, kita akan selalu menjadi SAHABAT selamanya “ ucapnya dengan mengacungkan jari kelingking kananya, “ Apapun itu “ balasku lalu ku kaitkan kelingking kiri ku pada kelingkingnya.
Hari berlalu begitu cepat, tak sadar kami sudah kelas 9. Semakin cepat rasanya akan SMA, semakin cepat pula berpisah dengan teman-teman lainnya.  “ Nis, aku senang kita akan cepat ke SMA. Rasanya itu seneng banget! “ tukasku, namun ia hanya diam tak menatapku sama sekali malah langsung pergi meninggalkanku. “ Kenapa tu anak, gk seperti biasanyaa? “ gumamku, langsung pergi menyusul Nisa.
Saat pulang sekolah aku pergi kerumahnya, ternyata ia baru saja sampai. Aku pun langsung menghampirinya “ Nisa.. “ panggilku, ia hanya menoleh tanpa berkutik lalu pergi meninggalkanku. Tak menunggu lama aku langsung membututinya dari belakang, ia berhenti di taman belakang tempat favorit kita dirumah ini. “ Aku ingin menjelaskan semuanya “ ucapnya, aku duduk didekatnya. Tiba-tiba ia menyerahkan sebuah kotak kecil, indah sekali. “ Ini, maaf gak bisa memberikan lebih. Hanya ini yang bisa kuberikan untukmu, untuk kisah akhir persahabatan kita “ lirihnya. Aku masih bingung mencerna kata-katanya, hingga tak sadar aku melihatnya menangis. Entah kenpa air matanya keluar, dengan sigap aku langsung memeluknya “ Ada apa ini? “ tanyaku. Namun isak tangisnya terus menjadi-jadi, “ Nel, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik untukku. Kuharap kita tidak akan saling melupakan. “ ucapnya. Setelah itu aku berbincang-bincang cukup lama dengannya, “ Udah, kamu pulang “ tukasnya. “ Ok, sampai bertemu besok pagi “. Ia tersenyum simpul lalu pergi meninggalkanku ditaman itu.
Kubuka bingkisan kotak kecil itu, dan benda yang kutemuka adalah gelang kecil berwarna coklat dan sebuah surat kecil. Kubuka dan sekilas aku membaca tulisan yang ada disurat tersebut “ Hai, Neli sudah beberapa bulan ini aku mengenalmu dengan baik. Kamu adalah teman yang baik sekaligus sahabat ku, aku bahagia telah mengenalmu. Dan tiba saatnya untuk Aku harus ikut ayahku pergi bertugas lagi. Ya mungkin kita tidak akan berjumpa lagi, tapi ketahuilah aku akan selalu mengingatmu, selamanya. Terimakasih sekali lagi untuk semuanya, Hidupku lebih berwarna saat aku mengenalmu “ Isi surat tersebut. Aku menangis, dan berbalik arah menuju Rumah Nisa. Namun apa yang kudapati, rumah itu telah kosong dan sudah tak berpenghuni lagi. Tangisanku semakin menjadi-jadi, aku berlari mengejar mobil milik keluarga Nisa. Namun Tuhan berkata lain, mobil itu telah jauh. Aku terjatuh, dengan isak tangisku “ Kenapa perpisahan ini terjadi, Tuhan... “ teriakku dan seketika hujan mengguyur basah tubuhku, “ Terimakasih kembali “ lirihku seketika tangisanku berhenti, ku pasrahkan semuanya pada-Nya.


11 komentar: